Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto, mendesak
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak tegas pegawainya yang terlibat praktik asusila hingga pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Kemudian, mengevaluasi sistem pengawasan internal.
"Sulit dinalar dengan logika sehat jika di KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi ternyata ditemukan tindakan penyimpangan, pungutan liar yang dilakukan oleh pegawainya," ucapnya.
"Mana mungkin KPK akan maksimal melakukan pemberantasan korupsi secara utuh jika masih ada korupsi di lembaganya? Jika ingin membersihkan lantai yang kotor, harus dipastikan sapunya wajib bersih," sambungnya.
Menurut politikus Partai Demokrat ini, pungli di dalam Rutan KPK adalah korupsi skala kecil (petty corruption). Namun, tetaplah praktik lancung.
"Meskipun petty corruption, tidak boleh ada toleransi sedikit pun. Apalagi, dilakukan oleh penegak hukum, khususnya KPK," katanya.
Bagi Didik, kasus tersebut tidak hanya mencoreng wajah KPK, tetapi melahirkan ketidakpercayaan publik. Karenanya, perlu ditangani secara serius.
"Dalam rangka memitigasi potensi damage trust publiknya kepada KPK, KPK harus juga transparan sepenuhnya kepada publik dalam melakukan pengungkapannya. Buka dan tindak seterang-terangnya siapa pun yang terlibat, baik yang menyuap maupun yang disuap," tuturnya.
"Jangan sampai publik menjadi apatis dan tidak percaya lagi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pertaruhannya akan terlalu besar bagi KPK jika tidak segera ditangani dengan baik," imbuhnya.
Ia berpendapat, masalah ini terjadi karena tidak optimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan dan pembinaan internal KPK. Padahal, memiliki tugas vital dan fundamental.
Didik lantas mendorong KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mengusut kasus pungli. Tujuannya, dapat diketahui aliran dana korupsi dan penanganan lebih komprehensif.
Diketahui, berbagai kasus yang melibatkan pegawai KPK mengemuka belakangan ini. Misalnya, asusila sesama pegawai, pelecehan seksual terhadap istri tahanan, pemotongan uang perjalanan dinas, dan pungli di rutan.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah dijatuhi sanksi kategori sedang kepada pegawai yang terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap istri terhadap. Sesuai Pasal 10 ayat (3) Peraturan Dewas KPK, pelaku dapat dikenai pemotongan gaji pokok 10% hingga 20% selama 6 bulan.
Selain itu, KPK melalui Deputi Penindakan dan Eksekusi sedang memeriksa 15 pegawai atas dugaan pungli sebesar Rp4 miliar di rutan KPK. Pelaku sudah dicopot dari jabatannya dan bakal diadukan ke Dewas untuk selanjutnya menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik.